Program Prioritas Kemenko Polhukam, Dari Reformasi Hukum Hingga Bela Negara

Dibaca: 1846 Oleh Thursday, 9 March 2017Berita
Program Prioritas Kemenko Polhukam, Dari Reformasi Hukum Hingga Bela Negara

JAKARTA – Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan memiliki empat program prioritas dalam rencana kerja pemerintah tahun 2017. Dari total tersebut, dibagi lagi menjadi enam program yang dilakukan.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan, empat program prioritas tersebut pertama, reformasi regulasi, kepastian dan penegakan hukum. Kedua, stabilitas keamanan dan ketertiban. Ketiga, konsolidasi demokrasi dan efektivitas diplomasi. Keempat, reformasi birokrasi.

“Lebih spesifik lagi, kita menggarap beberapa hal yang sungguh perlu perhatian bersama. Karena kita tidak mungkin semua melaksanakan program bersama-sama,” kata Menko Polhukam Wiranto pada acara coffee morning bersama media di ruang Nakula Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (9/3).

Program pertama yang dilakukan Kemenko Polhukam yaitu reformasi hukum. Menko Polhukam, Wiranto menjelaskan, inti dari negara unsur utamanya yaitu rakyat, wilayah dan pemerintah. Posisi pemerintah adalah instrumen dari rakyat untuk mengatur negara tersebut.

Diceritakan, pada saat rakyat sudah mulai tidak percaya pada pemerintahnya maka ini dalam kondisi gawat seperti yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1998, pada saat rakyat dengan pemerintah berhadapan.

“Kita sebagai aparat negara tidak boleh berpihak, kita selesaikan itu dan kita rukunkan. Maka reformasi hukum di bidang hukum yaitu kita mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah, terutama yang bicara masalah keadilan dan kepastian hukum yang saat ini menjadi keluhan publik,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Program kedua yaitu pembentukan Dewan Kerukunan Nasional. Menurut Menko Polhukam, banyak masyarakat yang salah tafsir mengenai pembentukan DKN, karena banyak yang berpikir bahwa DKN sebagai jawaban untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara non yudisial. Padahal, tujuan pembentukan DKN bukan untuk mencari jalan pintas penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu tetapi berdasarkan kondisi-kondisi aktual, berdasarkan kebutuhan objektif saat ini.

“Karena pemikiran kita saat ini setiap konflik horizontal larinya pada peradilan dan itu seperti sistem di Eropa. Padahal, saat kita menengok sejarah Indonesia, banyak budaya-budaya adat kita yang mengisyaratkan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan konflik horizontal sehingga setiap ada konflik di daerah diselesaikan dengan musyawarah mufakat,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dikatakan, Perpres pembentukan DKN ini sudah siap beserta 11 tokoh yang akan menjadi anggota. Para anggota tersebut akan diangkat sebagai dewan adat nasional yang tugasnya menyelesaikan konflik nasional baik horizontal maupun vertikal. “Kalau selesai alhamdulillah, kalau tidak selesai silahkan Komnas HAM masuk atau ke peradilan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Program selanjutnya yaitu penyelesaian masalah HAM masa lalu. Menko mengatakan, pemerintah sama sekali tidak memiliki kehendak untuk menunda atau menghambat proses penyelesaian HAM masa lalu. Sebab mengacu pada UU HAM dan UU Peradilan HAM, yang bisa menyelidiki kasus yang diduga pelanggaran HAM berat masa lalu hanya Komnas HAM.

“Posisi Menko Polhukam, pemerintah dan Jaksa Agung menunggu penyelidikan Komnas HAM. Kalau vaalid tidak usah bicara mingguan tetapi harian akan kami selesaikan,” kata Menko Wiranto.

Dicontohkan kasus pelanggaran HAM di Papua. Dikatakan, Komnas HAM memiliki kesulitan untuk mendapatkan bukti, sedangka bukti hanya didapatkan dengan cara otopsi dan itu dilarang oleh kepercayaan di sana.

“Kami mohon masyarakat paham bahwa kami sungguh-sungguh untuk menyelesaikan masalah. Kami tetap akan mencoba masyarakat ini untuk dijelaskan mana kasus yang sudah selesai dan mana yang belum,” kata Menko Wiranto.

Program lainnya yang tidak kalah penting yaitu penanggulangan terorisme dan radikalisme. Menko mengaku sedih bahwa Indonesia yang penduduk Islamnya besar bisa dijadikan basis atau sumber ancaman terorisme.

“Indonesia saat ini menjadi contoh dunia dalam penanganan radikalisme dan terorisme secara efektif dan efisien. Kami juga membentuk Desk Solo Raya dan akan dibentuk Desk serupa di Jakarta dan Jawa Barat karena jenis penanganannya berbeda-beda, intinya bahwa penanganan terorisme dan radikalisme sungguh-sungguh dan efektif,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Program selanjutnya yaitu sinkronisasi gelar kekuatan TNI dengan pembangunan. Menurut Menko, gelar pasukan yang saat ini dilaksanakan belum menjawab seluruh tantangan yang dihadapi. Karena tantangannya berubah namun gelarnya tidak diubah. “Ibaratnya kita menghadapi penyakit kanker tetapi diberi obat sakit perut. Jadi tidak pas,” kata Menko Wiranto.

Menurut Wiranto, perlu satu penggelaran pasukan yang disesuaikan dengan ancaman baru yang ada saat ini. Dikatakan, harus ada sinkronisasi penggelaran pasukan dengan cara-cara baru.

Program terakhir yaitu revitalisasi Wantannas untuk Bela Negara. Dikatakan, tujuan bela negara adalah untuk menyadarkan masyarakat bagaimana memiliki negeri ini.

“Di masyarakat bela negara itu masih keliru bahwa seakan-akan bela negara ini untuk latihan militer, padahal bukan. Tapi bagaimana seluruh masyarakat dilatih, disadarkan untuk bagaimana ikut memiliki negeri ini, right or wrong is my country,” kata Menko Wiranto.

Dikatakan, pemerintah tidak ingin membentuk badan baru tetapi ada Badan lama yang difungsikan untuk hal ini yaitu Dewan Ketahanan Nasional. Peran Wantannas, selain tetap membahas masalah ketahanan nasional, juga akan merumuskan, merekomendasikan, dan mensinkronisasikan bela negara di semua kementerian dan lembaga.

“Pembahasan Perpres sudah selesai tinggal kita lemparkan ke kementerian dan lembaga terkait,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel