Konferensi Pers Menko pada FGD Bedah Kasus Pidana Terkait Aset PTPN II di Deli Serdang, Sumatera Utara

Dibaca: 228 Oleh Thursday, 20 July 2023August 1st, 2023Menko Polhukam, Berita, Deputi III Bidkor Kumham
00474E46 681B 49CF 8C8E C9F1D61B513F

SIARAN PERS NO.82/SP/HM.01.02/POLHUKAM/7/2023

Terdapat Putusan Perdata PK MA RI Nomor: 508 PK/Pdt/2015 jo. Putusan PN Lubuk Pakam 05/Pdt.G/2011 yang menyatakan bahwa bagian HGU Nomor 62/Penara seluas 464 Ha merupakan milik masyarakat sebanyak 234 Orang selaku Penggugat dengan alas hak berupa Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang Tgl 20 Desember 1953 yang merupakan aset PTPN II berdasarkan Sertipikat HGU Nomor 62/Penara seluas 533,02 Hektar.

PTPN II menemukan bukti pemalsuan terkait Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang Tgl 20 Desember 1953 yang digunakan masyarakat sebagai alas hak atas tanah dan diajukan sebagai bukti pada proses gugatan perdata tersebut.

Pada Tanggal 27 Juni 2023, terbit Putusan PN Lubuk Pakam Nomor: 471/Pid.B/2023/PN.Lbp yang menyatakan bahwa terdakwa Sdr. Murachman tidak terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang Tgl 20 Desember 1953. Atas Putusan PN Lubuk Pakam tersebut Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan kasasi pada Tanggal 6 Juli 2023, karena terbuktinya tindak pidana pemalsuan surat yang menjadi alas hak Sdr. Rokani, dkk akan berpengaruh pada upaya hukum perdata yang sedang ditempuh oleh PTPN II.

Pada Putusan Pidana tersebut, 2 Anggota Majelis Hakim menyatakan dissenting opinion dengan pertimbangan antara lain:

  1. Lahan perkebunan seharusnya disebutkan sebagai komoditi karet, namun dalam Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang Tgl 20 Desember 1953 dituliskan sebagai komoditi
  2. Terdapat kesalahan penulisan lokasi perkebunan di Kecamatan “Tanjung Merawa”, seharusnya penulisan pada Tahun 1953 adalah “Tandjong Morawa”, sekarang penulisannya menjadi “Tanjung Morawa” dan tidak pernah “Tanjung Merawa”.
  3. Terdapat kesalahan penulisan Tanggal 20 December 1953, sedangkan tulisan yang seharusnya ditulis 20 Desember 1953.
  4. Surat Keterangan Tentang Pembagian Dan Penerimaan Tanah Sawah / Ladang dibuat dan ditandatangani oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara b Residen/Kepala Kantor Penjelenggaraan Pembagian Tanah u.b Bupati DP pada tanggal 20 Desember 1953, yang jatuh pada hari Minggu dan dibubuhi materai. Surat Dinas tidak pernah dikeluarkan pada Hari Libur dan tidak pernah dibubuhi materai.
  5. Terdakwa mengakui mengetahui orang tuanya tidak memiliki/menguasai tanah di Desa Penara Kecamatan Tanjung Morawa, sehingga tidak pernah juga memiliki Surat Keterangan Tentang Pembagian Dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang, tetapi hanya diberitahu oleh Teman Terdakwa, namun Terdakwa menggunakan surat yang namanya mirip dengan nama bapak tiri

Terdakwa, dengan merubah nama orang tuanya supaya sesuai dengan Surat Keterangan Tentang Pembagian Dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang dimaksud.

Dalam proses gugatan perdata, terdapat bukti bahwa masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik tanah masing-masing seluas 2 Hektar pada HGU 62/Penara atas nama PTPN II, telah dimanfaatkan sebagai alat oleh pihak lain (Pemilik Modal). Hal ini terbukti dari adanya Akta Peralihan Hak Tahun 2014 antara anggota Masyarakat dengan Pemilik Modal yang dijanjikan akan mendapatkan kompensasi sebesar Rp1,5 Miliar/per orang, apabila gugatannya berhasil.

Meskipun dengan fakta-fakta tersebut, mayoritas anggota Majelis Hakim memberikan putusan yang membebaskan Terdakwa.

Implikasi dari proses pidana tersebut, akan berdampak pada upaya hukum luar biasa yang sedang dilakukan oleh PTPN II dalam proses perdata serta negara berpotensi kehilangan 17% aset yang dikelola PTPN II, setara dengan Rp1,7 Triliun.

Pemerintah harus berupaya semaksimal mungkin dalam upaya hukum kasasi terkait proses hukum pidana, karena apabila tindak pidana pemalsuan surat (Surat Keterangan Tentang Pembagian Dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang) terbukti, akan menjadi novum yang diharapkan dapat mengubah putusan dalam proses hukum perdata.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden agar dilakukan segala upaya untuk mempertahankan aset negara, apabila masih terdapat upaya/langkah hukum yang dapat dilakukan. Namun apabila seluruh upaya hukum sudah ditempuh, maka apapun hasilnya harus tetap dipatuhi.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel