Menko Polhukam Pimpin Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Dibaca: 15 Oleh Tuesday, 29 August 2017Berita
Menko Polhukam Pimpin Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Polhukam, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto memimpin rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (29/8). Pertemuan membahas tentang persiapan Indonesia untuk menghadapi kedatangan tim Asia Pasific Group (APG) yang akan melakukan Mutual Evaluation Review (MER) pada bulan November 2017 mendatang.

“Jadi mereka (APG) akan menjajaki Indonesia dengan persyaratan-persyaratan yang sudah ditentukan untuk nantinya kalau memang sudah lolos dari MER, Mutual Evaluation Review, maka kita akan lebih leluasa untuk dipertimbangkan masuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF),” kata Menko Polhukam.

Menko Polhukam yang juga merupakan Ketua Komite TPPU menyampaikan bahwa Komite TPPU telah memiliki banyak data terkait dengan hambatan-hambatan dalam menghadapi assessment yang akan dilakukan oleh tim APG. Menko Polhukam juga menyampaikan bahwa PPATK telah melakukan mock up atau pelatihan dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) untuk menghadapi kedatangan tim utusan MER.

“Kita juga sudah memiliki jadwal lengkap. Kapan mereka datang, apa yang akan ditanyakan kira-kira, sehingga kita sudah bisa mengantisipasi. Kebetulan kita juga sudah mempunyai tim untuk menghadapi itu, tim MER Indonesia, itu 57 orang, ” tambah Menko Polhukam Wiranto.

Menko Polhukam mengatakan bahwa tugas TPPU sangatlah penting karena Indonesia telah beberapa kali mendapatkan posisi yang tidak menguntungkan dalam keanggotaan FATF, maka rapat yang dilakukan bertujuan untuk mempersiapkan Kementerian Lembaga terkait yang akan menghadapi tim MER yang berasal dari 8 negara.

WhatsApp_Image_2017-08-29_at_12.02.49_PM

Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan bahwa meskipun Indonesia pernah 2 kali masuk sebagai negara non-compliance pada tahun 2001-2005 dan tahun 2010-2015, dimana Indonesia dianggap masih belum mampu dari sudut perangkat peraturan maupun organisasi dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pencegahan dan pemberantasan terorisme. Namun, sejak tahun 2015 Indonesia mulai membenahi diri dan berhasil keluar dari non-compliance jurisdiction.

“Indonesia berhasil membangun infrastruktur hukum, semula kita tidak punya Undang-undang tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme, kita menjadi punya. Tidak hanya punya, tetapi elemen-elemen dalam peraturan perundang-undangan kita memenuhi elemen-elemen yang disyaratkan oleh FATR,” kata Kepala PPATK.

Sementara itu, Sekretaris Jendral Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan bahwa proses keanggotaan Indonesia ke dalam FATF sangat penting bagi perekonomian bangsa. Disampaikan bahwa hubungan bisnis Indonesia dengan dunia internasional akan menjadi lebih mudah karena telah masuk ke dalam keanggotaan FATF, dimana telah ditetapkannya berbagai standar global terkait dengan mekanisme pencucian uang maupun financing terrorism.

“Selain itu, sebagai anggota negara berkembang maka Indonesia akan banyak berkontribusi untuk ikut serta menentukan berbagai standar global, sehingga beberapa negara berkembang pun akan mendapat manfaat penting keanggotaan Indonesia dalam FATF,” tambah Sekjen Kemenkeu.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel