Menko Polhukam Ajak K/L Pahami Bahaya Pro A Pro Dunia Maya

Dibaca: 11 Oleh Friday, 17 February 2017Berita
Menko Polhukam Ajak K/L Pahami Bahaya Pro A Pro Dunia Maya

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto mengajak seluruh kementerian dan lembaga instansi pemerintah untuk memahami, mendalami serta mengerti mengenai bahaya aksi yang masuk dalam kategori provokasi, agitasi dan propaganda dalam dunia maya. Hal ini sangat penting karena tanpa disadari aksi ini merupakan ancaman baru bagi hampir semua negara, termasuk Indonesia.

Demikian pernyataan Menko Polhukam Wiranto dalam acara Sarasehan Pencegahan Propagnda Radikal Terorisme di Dunia Maya bersama Instansi-Instansi Pemerintah di Jakarta, Kamis (16/2). Hadir dalam acara tersebut Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Rosarita Niken Widyastuti, Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan, Eko Sulistyo, para Deputi BNPT, Kadiv Humas Polri Boy Rafli Amar, serta para Kadispen masing-masing angkatan.

“Ada ancaman baru yang bisa mengubah konsep opini dari suatu negara dalam merangkul masyarakatnya. Satu kegiatan baru yang ingin memisahkan antara rakyat dengan pemerintah, padahal dua unsur itu tidak bisa dipisahkan. Karena itu kita menganggap penting bahwa ini harus dilawan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dikatakan, pemerintah melihat bahwa ancaman yang berupa aktivitas di dunia maya untuk melancarkan provokasi, agitasi, dan proganda ini dilakukan secara massal dan tidak kelihatan, tidak diketahui dan tersembunyi, tapi ada di kalangan masyarakat atau civil society. Untuk itu, ini harus dilawan dengan totalitas.

“Setelah ada sarasehan dengan kementerian dan lembaga ini, nanti BNPT akan menyebarkan lagi sarasehan dengan masyarakat karena di sana sumber-sumbernya. Kita libatkan sehingga jangan sampai ini menjadi tugas pemerintah saja tetapi tugas bersama, maka kita bersama-sama untuk memerangi berita-berita hoax ini yang justru akan meresahkan masyakat dan mengganggu eksistensi negara untuk melaksanakan kewajibannya,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam juga memperkenalkan Satuan Tugas Pro A Pro yang telah disetujui Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas. Dijelaskan, melalui Satgas ini pemerintah harus melakukan kegiatan untuk meyakinkan masyarakat bahwa ancaman baru di dunia maya benar adanya karena perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat.

“Kalau di jaman Hitler, propaganda dilakukan lewat radio, selebaran-selebaran dan surat kabar karena belum ada cyber. Tapi sekarang propaganda sudah lebih canggih, hebat dan sulit dilacak karena sumbernya tersembunyi dan setiap orang bisa melakukan kegiatan seperti itu. Ada suaranya, tulisannya ada, tapi orangnya tidak ada, kita seperti sedang melawan demit atau setan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dijelaskan, ada empat tugas Satgas Pro A Pro ini. Pertama, melawan opini yang dibangun lewat propaganda liar ini dengan satu kebenaran aktual. Sebab isu hanya bisa dinetralisir oleh fakta. Kedua, Satgas memiliki tugas untuk menelusuri, mengindera sumbernya siapa. Ketiga, melakukan operasi yustisi. Jika ada oknum-oknum  atau organisasi yang melaksanakan kegiatan seperti ini maka lewat UU yang ada akan dihukum dan ditindak lewat operasi yustisi. Keempat, sumber-sumber yang menampung propaganda itu dilibas atau diberhentikan. “Ini sudah berjalan tapi masih belum terorganisir dengan baik,” katanya.

Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mengatakan, ada dua hal yang mendorong terlaksananya kegiatan sarasehan ini, yaitu agar pemerintah bisa melakukan penegakan hukum terhadap konten berita bohong yang menyesatkan atau berita hoax, dan agar ada gerakan literasi serta edukasi untuk mengkampanyekan penggunaan media sosial yang baik. “Presiden berharap agar masyarakat memiliki daya tantang terhadap isu-isu yang tidak benar melalui media sosial,” katanya.

Menurut Suhardi, berita hoax telah marak memenuhi ruang publik. Pada tahun 2016, informasi mudah disebarkan dan viral sedangkan masyarakat tanpa sadar mengamini semua informasi tersebut. Dikatakan, saat ini muncul budaya malas untuk memfilter konten dan sumber berita, semuanya yang ada di media sosial dianggap sebagai kebenaran.

“Ini sangat meresahkan. Karena dunia maya menjadi tumpuan baru masyarakat untuk sosialisasi dan mencari informasi,” kata Suhardi.

Menurutnya, internet telah mengubah cara kerja dan sikap, termasuk mengubah dari perilaku normal menjadi radikal. Dikatakan, penggunaan internet telah menimbulkan terorisme baru.

“Apabila terorisme lama lebih mengandalkan pola hubungan kekeluargaan, relasi, dan keagamaan yang dilakukan tertutup, hari ini melalui media sosial pola rekrutmen berubah dengan lebih terbuka. Proses radikalisasi tidak dari atas ke bawah tetapi tumbuh dari diri sendiri,” kata Suhadi.

Untuk itu, pada akhir tahun 2016, BNPT menjaring pengguna media sosial dengan follower terbanyak di empat kota yaitu Medan, Makassar, Yogyakarta dan Jakarta. BNPT mendidik mereka untuk mempengaruhi anak muda agar tidak terpengaruh berita negatif di media sosial.

“Nantinya, setelah kegiatan di kementerian dan lembaga ini kami juga akan melakukan sarasehan kepada masyarat. Diharapkan kegiatan ini bisa memberikan rekomendasi dan tindak lanjut terhadap penanganan berita bohong atau berita hoax di dunia maya,” kata Suhardi.

Acara sarasehan ini melibatkan beberapa kementerian dan lembaga instansi pemerintah seperti Kemenko Polhukam, Kominfo, Kantor Staf Kepresidenan, BNPT, dengan menghadirkan beberapa narasumber serta mengundang sekitar 200 perserta perwakilan dan kementerian dan lembaga instansi pemerintah.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel