Menko Polhukam: Inti Konstitusionalisme, Pengutamaan Pelindungan HAM dan Pemencaran Kekuasaan Dalam Lembaga Negara

Dibaca: 447 Oleh Saturday, 25 April 2020Berita, Menko Polhukam
Menko Polhukam: Inti Konstitusionalisme, Pengutamaan Pelindungan HAM dan Pemencaran Kekuasaan Dalam Lembaga Negara

SIARAN PERS No : 87/SP/HM.01.02/POLHUKAM/4/2020

Polhukam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD mengatakan bahwa di Indonesia sudah beberapa kali Undang-undang Dasar diubah tetapi konstitusionalisme tetap mendasari. Inti konstitusionalisme itu ada dua yakni melindungi HAM dan pemencaran kekuasaan ke dalam lembaga-lembaga negara yang tersistem dan bersinergi untuk melindungi HAM.

“Negara ini didirikan untuk melindungi HAM, kita merdeka untuk melepaskan penindasan dan penjajahan atas perikemanusiaan. Lalu kita membentuk negara dalam bentuk susunan lembaga-lembaga kekuasaan yang dibagi-bagi agar bisa melindungi HAM. Di seluruh dunia, konstitusionalisme itu isinya hanya dua itu saja, bahwa ada yang lain-lain itu hanya pelengkap, misalnya tentang pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya,” Menko Polhukam Moh. Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci dalam Webinar “Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia”melalui video conference di Jakarta, Sabtu (25/4/2020).

Menko Polhukam mengatakan, UUD 1945 diklaim paling cocok untuk masyarakat Indonesia dan paling lama berlaku, tetapi akhirnya diamandemen dari sudut konstitusionalisme. Meski begitu, menurutnya, tidak ada perubahan Undang-Undang Dasar yang sempurna karena setiap dilakukan amandemen pasti akan selalu ada kritik.

“Setiap Undang-undang Dasar diubah selalu dikritik bahwa hasilnya buruk, itu sudah terjadi sejak tahun 1945 hingga kini. Hasil perubahan sekarang dikritik karena kebablasan dan emosional, dibuat dalam keadaan marah karena Orde Baru,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD.

Menko Polhukam mengatakan, kritik-kritik yang muncul terkait dengan UUD yaitu isinya dianggap keluar dari prinsip-prinsip dan konstruksi konstitusi yang berdasar Pancasila. Dijelaskan bahwa strukturnya dianggap tidak harmonis, seperti ukuran pasangan tubuh yang tidak seimbang antara kanan dan kiri, atas dan bawahnya.

“Jadi isinya dianggap kebablasan dan strukturnya dianggap tidak harmonis. Ibarat tubuh misalnya tangan kanannya besar, tangan kirinya kecil, perutnya gendut, dan sebagainya, sehingga dianggap tidak seimbang antara kanan dan kiri, atas dan bawahnya. Jadi Undang-undang Dasar ini dianggap sebagai hasil yang jelek,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

“Tapi bagi yang mengikuti sejarah, semua ide sudah ditampung dalam Undang-undang Dasar yang sekarang, dan ini bukan soal benar atau salah tetapi masalah resultante. Saya berani sampaikan kalau Undang-undang Dasar mau diperbaiki lagi pasti nanti akan dikritik lagi, kita bisa lihat sejarah dari tahun 1945, 1949, 1950, 1959, 1999-2002,” sambungnya.

Dalam kesempatan itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengakui bahwa penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu tidaklah mudah. Oleh karena itu, Kemenko Polhukam sedang menyiapkan RUU KKR yang baru.

“Tetapi harus diakui bahwa pembangunan HAM Ekosob (ekonomi, sosial, kebudayaan) sudah jauh lebih maju. Misalnya sekarang sudah ada jaminan sosial tenaga kerja, jaminan kesehatan, sudah ada kartu pra kerja, kebijakan afirmasi, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Selain itu, lanjutnya, peran perempuan juga semakin di kedepankan. Indonesia memiliki tokoh-tokoh perempuan yang bisa memimpin negara menjadi Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Lurah, Wakil Rakyat, Pengusaha, Guru Besar, dan akademisi yang andal.

“Semua itu ada karena kontitusi kita memang ramah terhadap kaum wanita,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel