SIARAN PERS No. 118/SP/HM.01.02/POLHUKAM/6/2020
Polhukam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD mengatakan selain wabah pandemi Covid 19, tantangan lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pilkada serentak adalah munculnya konten-konten berita yang mengandung hoax, fitnah, sara, dan ujaran kebencian.
“Beberapa hari lalu, saya bicara dengan bapak Presiden tentang hal-hal begini, pesan pak Presiden itu aparat itu jangan terlalu sensitif, kalau ada apa-apa ditangkap, ada apa-apa diadili, orang Webinar dilarang. Ga usah, biarin aja kata Presiden, toh kita seminar tidak seminar tetep difitnah terus kok. Diawasi saja,” kata Menko Polhukam Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara Peluncuran Pengawasan dan Update Kerawanan Pilkada 2020 di Jakarta, Selasa (23/6/2020).
“Kalau melanggar hukum yang luar biasa, kriminal yang oleh umum dianggap kriminal, baru ditindak. Kalau bikin hoax-hoax ringan, orang bergurau, ya biarin saja lah,” sambungnya.
Dalam konteks itulah, kata Menko Polhukam, konsep restorative justice menjadi penting. Restorative justice adalah tindakan untuk melanggar hukum guna menegakkan hukum atau tindakan melanggar hak asasi manusia, untuk menegakkan hak asasi manusia.
“Itu restorative justice yang didalam bahasa umum affirmative policy. Jadi membiarkan sesuatu biar tidak gaduh. Orang yang berlaku diskriminatif, orang diperlakukan tidak sama, agar terjadi kesamaan,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.
Menko Polhukam mengatakan konsep restorative justice di Indonesia yaitu menjadikan hukum sebagai alat pembangun harmoni. Sesuatu pelanggaran yang tidak terlalu meresahkan masyarakat diselesaikan dengan baik-baik, sehingga menjadi baik.
“Saya bicara konteks hoax, orang seminar, kampanye. Misalnya orang bicara kurang tepat, ya diluruskan aja pakai pendekatan yang lebih manusiawi, tidak terlalu sensi,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD.
Melalui indeks kerawanan pemilu tahun 2020 dari Bawaslu, Menko Polhukam menegaskan akan mengkoordinasikan kementerian dibawah koordinasi Kemenko Polhukam, terutama bagi aparat keamanan, TNI, dan Polri, untuk menjadikan indeks tersebut sebagai salah satu instrumen dan panduan untuk melakukan pencegahan dan proteksi dini atas potensi kerawanan dalam Pilkada.