Kemenko Polhukam bersama Unsrat Diskusikan Implementasi AOIP dan Isu Keamanan Laut di Kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara

Dibaca: 214 Oleh Tuesday, 15 September 2020Berita, Deputi II Bidkor Polugri
Kemenko Polhukam bersama Unsrat Diskusikan Implementasi AOIP dan Isu Keamanan Laut di Kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara

SIARAN PERS No.  180/SP/HM.01.02/POLHUKAM/9/2020

Kemenko Polhukam bekerja sama dengan Pusat Studi ASEAN (PSA) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) telah menyelenggarakan Round Table Discussion (RTD) yang membahas “Implementasi ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) dan Isu Keamanan Laut di Kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara pada Masa dan Pasca Pandemi COVID-19”.

Diskusi yang dilaksanakan pada tanggal 15 September 2020 tersebut berlangsung secara daring dan menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, praktisi, dan aparat keamanan serta diikuti oleh 172 peserta peminat masalah internasional lainnya.

Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama dari rangkaian kegiatan Kedeputian Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri dalam membahas masalah implementasi AOIP dan keamanan maritim.

Dalam sambutannya, Dubes Lutfi Rauf selaku Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam menyampaikan bahwa saat ini, Indonesia, Malaysia, dan Filipina beserta lima negara lainnya (Australia, Brunei Darussalam, Myanmar, Selandia Baru, dan Singapura) telah mengadakan pertemuan tahunan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism (SRM-CT) dan Pemerintah RI bersama Filipina dan Malaysia juga telah menjalin kerja sama keamanan melalui Trilateral Cooperation Arrangement (TCA), namun bahkan dengan kondisi Pandemi COVID-19 ini, kegiatan terorisme dan radikalisme terlihat tidak juga menyurut di kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara.

“Peristiwa penculikan dan tuntutan pembayaran ransom guna pembebasan sandera, maupun kegiatan pencurian ikan, penyelundupan dan masalah perdagangan narkoba masih terus terjadi,” papar Deputi Lutfi Rauf (15/9/2020).

Pada kerangka kerja sama kawasan, ASEAN telah menyepakati dokumen ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) pada Juni 2019 berkomitmen untuk menciptakan stabilitas keamanan, termasuk keamanan di Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara.  Kerja sama AOIP bagi stabilitas kawasan meliputi 4 (empat) aspek utama, yaitu keamanan maritim, Sustainable Development Goals (SDG), konektivitas dan kerja sama ekonomi, serta kerja sama lainnya. Diharapkan kegiatan RTD ini dapat menjadi awal proses yang berkelanjutan dalam peningkatan kerja sama dengan negara tetangga yang terkait Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara.

Para narasumber RTD yang memperkaya pembahasan yaitu Konsul Jenderal RI di Davao City, Dicky Febrian; Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Unsrat, Prof. Dr. Ir. Janny D. Kusen; Guru Besar Universitas Presiden Jakarta, Prof. Banyu Perwita; Ketua PSA Unsrat, Dr. Michael Mamentu; Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut VIII Manado; Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kemlu, Bebeb Djundjunan; Asdep Koordinasi Kerma Aspasaf Kemenko Polhukam, Dr. Pribadi Sutiono.

Isu perlindungan WNI telah menjadi salah satu topik penting, khususnya dengan terdapatnya ribuan WNI yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan yang sah (undocumented) di perbatasan RI-Filipina. Konjen RI di Davao City menjelaskan bahwa saat ini terdapat 8.745 orang keturunan Indonesia yang berstatus Internal Diplaces Persons (IDPs) dan tidak memiliki kewarganegaraan yang jelas. Sebanyak 2.878 orang telah memilih menjadi WNI, dan 2.675 jiwa memilih menjadi warga negara Filipina. Sisanya sebanyak 3,258 orang masih dalam proses penentuan kewarganegaraan.

Saat ini Pemerintah Indonesia selalu memberikan pengayoman terhadap undocumented persons keturunan Indonesia dan mereka seluruhnya dipandang sebagai diaspora Indonesia. Mengenai masalah penyanderaan, Indonesia dan Malaysia berkomitmen menolak pembayaran ransom dan tetap dilakukan pendekatan serta cara-cara diplomasi yang memungkinkan bagi dibebaskannya WNI yang menjadi korban penculikan di Laut Sulu atau Laut Sulawesi Utara.

Dalam pembahasan AOIP, Prof. Banyu Perwita menitikberatkan perlunya peningkatan keamanan maritim melalui penguatan coast guard di kawasan yang diwujudkan dengan pembentukan ASEAN Coast Guard Forum.
Sementara itu, Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kemlu menyampaikan bahwa fokus kerja sama di kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi mencakup 3 (tiga) isu utama yang berkaitan satu sama lainnya, yaitu keamanan maritim, keselamatan pelayaran, dan perlindungan lingkungan.

Dalam hal ini, peningkatan kerja sama TCA dipandang sudah tepat karena mengedepankan kewenangan negara pantai untuk mengelola ancaman sesuai dengan kepentingan dan kapasitasnya masing-masing, yaitu tercapainya stabilitas keamanan di kawasan Laut Sulu dan Laut Sulawesi sebagai kontribusi negara pantai bagi stabilitas keamanan di kawasan ASEAN.

Untuk mendukung tercapainya stabilitas kawasan di Laut Sulu dan Laut Sulawesi Utara, para peserta RTD sepakat bahwa upaya kerja sama di wilayah perbatasan RI-Filipina perlu terus ditingkatkan di antaranya dengan meningkatkan kapabilitas pertahanan dan diplomasi secara simultan, memperbaharui perjanjian perbatasan dengan negara tetangga, mengembangkan kerja sama beyond TCA antara RI-Filipina-Malaysia yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat perbatasan dan konektivitas, serta penguatan aparat keamanan guna mengatasi masalah keamanan tradisional maupun non-tradisional. Selain itu, digarisbawahi juga pentingnya kebijakan nasional yang jelas, koheren, komprehensif, dan sinkron antara pemerintah pusat dan daerah mengenai isu perbatasan.

 

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

Terkait

Kirim Tanggapan


Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel