Tim PPHAM Laporkan Perkembangan Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat ke Menko Polhukam

Dibaca: 887 Oleh Monday, 19 December 2022Menko Polhukam, Berita, Deputi III Bidkor Kumham
WhatsApp Image 2022 12 19 at 6.29.05 PM

SIARAN PERS No: 206/SP/HM.01.02/POLHUKAM/12/2022

Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM), melaporkan perkembangan terakhir kerja tim ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

“Tim PPHAM yang dipimpin oleh Prof Makarim Wibisono sudah melaporkan kepada saya selaku penanggungjawab yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengawal masalah ini, sudah melapor kepada saya perkembangan sementara kerja tim, dimana draftnya sudah siap, tinggal dimatangkan lagi melalui diskusi akhir nanti dengan PBNU di Ponpes milik Kyai Miftahul Akhyar, di Surabaya,” jelas Mahfud, di Jakarta, Senin (19/12).

Menko Mahfud menjelaskan, perkembangan pelaksanaan tugas tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu, sudah masuk tahap finalisasi.

“Insya Allah pada awal tahun 2023 sudah selesai dan hasilnya akan diserahkan pada presiden,” papar Mahfud.

Lebih jauh Mahfud mengatakan, memasuki tahap finalisasi, masih akan ada dialog penting terakhir yang akan dilaksanakan di Surabaya, di Ponpesnya Kyai Miftahul Akhyar, Rais Aam PBNU.

“Dialog ini akan diikuti oleh pimpinan-pimpinan wilayah NU, dan semua cabang NU se-Sawa Timur. Kenapa ke NU? karena yang lain sudah semua. Ke gereja sudah, ke Muhammadiyah, ke Majelis Ulama, ke kampus-kampus, ke civil society sudah semua. Yang terakhir nanti akan ditutup dengan PBNU, sehingga insya Allah pekerjaan PPHAM ini akan komprehensif dan selesai tepat waktu,” tambah Mahfud dalam pernyataannya.

Mahfud menekankan, sampai saat ini, garis yang ditentukan oleh pemerintah tentang tugas PPHAM ini masih berada pada garis yang benar. Mahfud meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi seakan-akan tim akan menghapuskan proses yudisial.

“Jangan percaya kepada provokasi seakan-akan tim ini akan menghapuskan proses yudisial. Proses yudisial itu tidak bisa dihapus. Itu perintah Undang-undang, bahwa itu harus diadili dan tidak ada daluarsanya. jadi tidak boleh meniadakan proses yudisial. Tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejakgung melengkapi pembuktiannya, karena sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu. Tapi tidak akan ditutup karena tidak boleh sebelum diadili ditutup. Itu ketentuan undang-undang,” ujar Mahfud.

Selanjutnya, Mahfud juga meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi Kepres PPHAM untuk menghidupkan PKI. Mahfud kembali menegaskan, PKI tidak akan hidup dan tidak akan boleh hidup.

“Jangan terprovokasi, ada yang mengatakan, kepres PPHAM ini untuk menghidupkan lagi PKI. Percaya pada saya PKI gak bakalan hidup dan gak akan boleh hidup. Seakan juga PPHAM akan mendorong pemerintah meminta maaf kepada PKI, tidak ada. Di Keppres itu tidak ada satu kata pun kata PKI. Yang ada di situ adalah korban tahun 1965. Korban tahun 1965 itu bisa tentara juga, bisa NU juga, bisa umat Islam juga, bisa juga PKI juga,” tambah Mahfud.

Menurut Mahfud, yang dijadikan objek dalam PPHAM sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM ada empat, di antaranya justru korbannya umat Islam.

“Tengku Bantaqiyah di Aceh, dukun santet di Jawa Timur. Kemudian Lampung, dan sebagainya. Itu justru untuk melihat dan menyantuni korban dari kalangan kaum muslimin. Tidak ada itu PKI, yang lain-lain, seperti di Aceh itu ada Jambo Keupok, itu justru umat Islam,” ujar Mahfud. (*)

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel