Transmigrasi Mendukung Terwujudnya Desa Mandiri Dan Percepatan Pertumbuhan Wilayah

Dibaca: 725 Oleh Tuesday, 13 December 2016Berita
Transmigrasi Mendukung Terwujudnya Desa Mandiri Dan Percepatan Pertumbuhan Wilayah

JAKARTA – Pembangunan transmigrasi merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah. Kebijakan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang masih terisolasi atau tertinggal. Tujuan yang diharapkan yakni meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitarnya.

Saat ini pembangunan transmigrasi dilaksanakan berbasis kawasan. Program tersebut diprioritaskan untuk mendukung pembangunan wilayah perbatasan negara melalui pembangunan satuan permukiman baru, satuan permukiman pugar, dan satuan permukiman tempatan dengan berbagai pola usaha yang dikembangkan. Upaya pengembangan ekonomi lokal dalam rangka meningkatkan daya saing daerah juga terus dilakukan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014, hingga saat ini sudah terbentuk 23 kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan oleh menteri. Lokasi tersebut diantaranya, Kawasan Salor, Kabupaten Merauke; Kawasan Kobisonta, Kabupaten Maluku Tengah; Kawasan Air Terang, Kabupaten Buol; Kawasan Bungku, Kabupaten Morowali; Kawasan Pawonsari, Kabupaten Boalemo; Kawasan Subah, Kabupaten Sambas; Kawasan Gerbang Kayong, Kabupaten Kayong Utara; dan Kawasan Telang, Kabupaten Banyuasin. Sebelum terbentuk menjadi kawasan transmigrasi, pemerintah telah menetapkan 48 Kota Terpadu Mandiri (KTM). KTM merupakan embrio dari kawasan transmigrasi. Pada tahun 2016 ini, pemerintah telah memberangkatkan 1.658 Kepala Keluarga (per Desember 2016).

Sejumlah kontribusi positif dari program transmigrasi yakni, pertama, membuka keterisolasian daerah terpencil. Data mencatat, program transmigrasi telah berkontribusi pada pembangunan jalan penghubung/ poros dan jalan desa sepanjang 68.002 kilometer serta jembatan dan gorong-gorong sepanjang 142.021,97 M2 di kawasan-kawasan transmigrasi.

Kedua, program transmigrasi telah mendorong pembentukan 2 ibukota provinsi baru. Mamuju, yang kini menjadi ibukota Sulawesi Barat, merupakan pengembangan dari kawasan transmigrasi. Selain itu, ibukota Kalimantan Utara, yakni Bulungan, juga lahir dari pengembangan kawasan transmigrasi. Ketiga, program ini juga telah mendorong pembentukan ibukota kabupaten/ kota dan kecamatan. Tercatat, terdapat 104 permukiman transmigrasi yang berkembang menjadi ibukota kabupaten/ kota. Selain itu, 385 permukiman transmigrasi telah menjadi ibukota kecamatan.

Keempat, kontribusi positif transmigrasi yakni mendorong terbentuknya desa-desa baru. Dari 3.055 desa baru yang terbentuk dari permukiman transmigrasi, 1.183 telah menjadi desa definitif yang diakui oleh pemerintah. Kelima, transmigrasi juga mendorong swasembada pangan. Upaya tersebut diwujudkan melalui penambahan luas areal pertanian pangan berupa ekstensifikasi (lahan pekarangan, lahan usaha I dan lahan usaha II) seluas 8.081.969 hektar. Keenam, mendukung upaya ekspor non migas. Wujud nyata dari kontribusi tersebut yaitu melalui pembukaan lahan perkebunan seluas 391.559 hektar dan berkembangnya pusat produksi baru yang berbasis pertanian yaitu perkebunan kelapa sawit dan karet. Sebagian besar lokasi tersebut tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

transmigrasi-4

Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi ke-66

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) memeringati Hari Bhakti Transmigrasi (HBT) ke-66 ini dengan sejumlah kegiatan. Kegiatan tersebut yakni ziarah ke Makam Pionir Pembangunan Transmigrasi di Desa Sukra, Indramayu, Jawa Barat, pada pada 7 Desember lalu. Kemudian, upacara peringatan HBT digelar serentak di Kemendesa PDTT dan di setiap dinas yang membidangi ketransmigrasian pada 13 Desember. Tema yang diusung adalah “Transmigrasi Mendukung Terwujudnya Desa Mandiri dan Percepatan Pertumbuhan Wilayah serta Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa.”

Secara historis, permulaan penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 1950. Transmigrasi pertama pada tahun 1950 saat itu memberangkatkan 25 Kepala Keluarga (KK) atau dengan total 98 jiwa. Lokasi awal saat itu yakni ke Lampung (23 KK) dan ke Lubuk Linggau (2 KK).

Istilah transmigrasi pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno tahun 1927 dalam Harian Soeloeh Indonesia. Kemudian dalam Konferensi Ekonomi di Kaliurang, Yogyakarta, 3 Februari 1946, Wakil Presiden Bung Hatta menyebutkan pentingnya transmigrasi untuk mendukung pembangunan industrialisasi di luar Jawa.

Sebuah peristiwa yang terus dikenang dalam sejarah transmigrasi adalah kecelakaan 11 Maret 1974. Enam puluh tujuh pionir transmigran asal Boyolali, Jawa Tengah, yang hendak menuju Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Rumbiya, Sumatera Selatan, meninggal dunia. Bus yang mereka tumpangi tergelincir, kemudian masuk dan terbakar di Kali Sewo di Desa Sukra, Indramayu, Jawa Barat. Tiga orang selamat dalam kecelakaan itu. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangunlah Makam Pionir Pembangunan Transmigrasi di Desa Sukra, Indramayu.

transmigrasi-2

(Biro Humas dan Kerjasama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo)

Terkait

Gabung dalam diskusi 1 komentar

  • luriyanjaya says:

    kepada Yth.
    POLHUKAM RI
    Di-
    Jakarta

    salam perjuangan, salam merdeka untuk Indonesia Raya

    dengan hormat,

    setelah membaca berita diatas tentang Transmigrasi Mendukung Terwujudnya Desa Mandiri Dan Percepatan Pertumbuhan Wilayah.

    namun, kenyataan sebaliknya perlu kami sampaikan terkait program transmigrasi di kecamatan Tambora kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan suatu hal yang sangat urgen untuk segera diselesaikan. pertama masalah kasus tanah transmigrasi untuk 375 KK yang dijanjikan oleh pemerintah seluas 2 Hektar/KK belum juga ada kepastian hukum bagi warga transmigrasi. kedua, masalah pembinaan di bidang ekonomi, dampak dari tidak jelasnya lahan 1.75 are/KK mengakibatkan lemahnya taraf kesejahteraan warga peserta transmigrasi, warga bergantung dengan pertanian/perkebunan dan peternakan. dampak selain itu juga tingkat perceraian bagi warga meningkat, mental spritual warga juga terganggu. sosial budaya warga ikut terhambut, baik itu pendidikan anak-anak warga peserta maupun tingkat hubungan sosial budaya warga di lingkungan sekitarnya merosot disebabkan kasus tanah belum juga mampu diselesaikan hingga kini dimulai dari penempatan bulan desember di akhir tahun 2012-2017 berjalan.

    upaya-upaya warga transmigrasi sp.6 KTM Tambora Bima sudah dimulai dari tahun 2013-2017:
    1. melakukan aksi massa ke kecamatan tambora TAHUN 2013
    2. melaporkan permasalahan / kasus tanah ke dinas transmigrasi Bima NTB 2013-2014
    3. melakukan unjuk rasa di kantor DPRD NTB di komisi V tahun 2015
    4. melaporkan ke kantor DISNAKERTRANS NTB sebanyak 3 kali.
    5. Melaporkan ke kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi melalu PATRI RI 1 x tahun 2016
    6. hingga tahun 2016 akhir belum ada titik terang kepastian hukum lahan warga,

    MENGINAT upaya yang telah kami lakukan, sehingga kami memutuskan untuk melaporkan kasus pertanahan SP.6 ke OMBUDSMAN perwakilan NTB akhir tahun 2016, namun hingga sekarang juga belum ada penyelesaiannya meskipun sudah beberapa kali terjadi pembagian lahan, masih saja tidak ada jaminan keamanan bagi warga untuk mengelola dengan rasa aman dan nyaman seperti yang dijanjikan oleh pemerintah daerah Bima NTB dengan status tanah clear and clean sesuai SK BUPATI BIMA 2009 dan GUBERNUR NTB tahun 2010.

    KAMI SAMPAIKAN bahwa gangguan yang sering kali terjadi di lapangan, pertama setelah pembagian dan warga telah selesai babat dan siap tanam, berselang satu hari warga sekitar beramai-ramai mendatangi warga dengan melarang warga untuk garaf/tanam dan segera meninggalkan lahan. itu terjadi berkali-kali. akibat dari itu warga dirugikan baik itu materi maupun immateri. karena itu banyak warga kabur/meninggalkan lokasi. dan sekarang lokasi sepi ditinggalkan warga karena ketidakpastian lahan. lahan yang dijanjikan oleh pemda Bima dan NTB dnegan siap olah ternyata tidka terbukti. nyatanya warga sendiri yang melakukan pembabatan hutan dengan biaya sendiri

    upaya kami didukung LSM FORMAPI NTB.

    demikian nasib warga 375 KK di Satuan Permukiman 6 Tambora Bima NTB.

    adapun maksud dan tujuan dituliskan surat online ini agar pihak kementerian Desa,PDT, dan Transmigrasi, PEMDA NTB, Bima, dan pihak terkait bersikap tegas agar tercipta keamanan bagi warga transmigrasi dan sekitarnya dan kasus tanah segera “TUNTAS” agar warga bisa menghidupi keluarganya dengan tenang dan sejahtera.

    demikian kami sampaikan dengan sebenarnya dan bisa dipertanggungjawabkan.

    hormat saya,

    LURIYANJAYA

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel