Demokrasi di Indonesia Tak Kenal Oposisi dan Memelihara Nilai-Nilai Keakraban

Dibaca: 1596 Oleh Wednesday, 13 November 2019November 15th, 2019Berita, Deputi VI Bidkor Kesbang
Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Modal Penting Wujudkan Indonesia Damai dan Anti Radikalisme

Polhukam, Jakarta – Demokrasi di Indonesia tidaklah mengenal oposisi, mengedepankan harmoni serta memelihara nilai-nilai keakraban dan kohesi sosial. Ia menjalin kebersamaan dengan semua pihak, tidak memerlukan kritik tajam yang melukai sesama anggota keluarga, apalagi sampai memecah belah kerukunan.

Demikian pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Arief P Moekiyat saat mewakili Menko Polhukam Mahfud MD dalam acara Seminar Nasional Peringatan Hari Ulang Tahun Ke 20 The Habibie Center dengan tema “Demokrasi Indonesia Setelah Dua Dekade Reformasi” di Jakarta, Rabu (13/11/2019).

“Dalam konteks saat ini, demokrasi yang bersemangat persatuan dan kekeluargaan itu telah dipraktekkan oleh Presiden Jokowi dengan memasukkan berbagai unsur dalam struktur Kabinet Indonesia Maju, baik dari koalisi maupun “oposisi”, dan berasal dari berbagai latar belakang profesi yang beragam. Presiden Jokowi menunjukkan bahwa jiwa besar untuk kemajuan bangsa ini lebih diutamakan dibandingkan dengan sentimen pribadi pasca Pemilu Presiden yang lalu,” kata Arief.

Esensinya, kata Arief, ke depan politik di Indonesia harus makin menjadi politik yang baik bagi bangsa yang majemuk, yang juga menganut sistem demokrasi multipartai, politik yang makin guyub, makin inklusif, dan makin teduh. Demokrasi tak harus selalu diwarnai dan diselesaikan dengan “one person one vote”, tetapi juga ada semangat yang lain.

“Oleh karena itulah, di alam keterbukaan dan demokrasi seperti ini, atmosfer kebebasan harus kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Kita harus menjadi teladan bagi keluarga kita, bagi lingkungan kita, dalam menerapkan demokrasi yang bertanggung jawab yang tetap memperhatikan penghormatan atas hak-hak orang lain,” kata Arief.

Menurutnya, arus kebebasan pada era Reformasi saat ini dalam prakteknya banyak disalahgunakan. Sebut saja misalnya maraknya kasus ujaran kebencian, adu domba, hoax, dan fitnah melalui media sosial. Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik secara tegas tidak akan cukup jika mental dan adab masyarakat dalam berdemokrasi masih stagnan, sehingga perlu penghayatan yang mendalam tentang pelaksanaan dari prinsip nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala aspek.

Terlebih lagi, saat ini bangsa Indonesia juga sedang menghadapi tantangan disintegrasi berupa paham radikalisme, ekstrimisme, dan intoleransi yang jika tidak dilawan akan menjadi sumber perpecahan nasional dan ketidakharmonisan antar anak bangsa.

“Oleh karena itu, saya mengajak semua masyarakat Indonesia untuk lebih aktif dan giat lagi dalam mengabdi bagi tegaknya NKRI dengan mendukung upaya-upaya untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan penegakan hukum, guna mendukung pembangunan demokrasi di Indonesia yang semakin berkualitas ke depan,” kata Arief Moekiyat.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel