Menko Polhukam Tegaskan Sistem Pemerintahan Indonesia Sudah Benar

Dibaca: 10084 Oleh Monday, 17 February 2020Berita, Menko Polhukam
Menko Polhukam Tegaskan Sistem Pemerintahan Indonesia Sudah Benar

SIARAN PERS No : 43/SP/HM.01.02/POLHUKAM/2/2020

Polhukam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia saat ini sudah benar dan tidak ada yang bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, ia meminta agar jangan ada yang mempertentangkan sistem ini untuk dipaksakan mengikuti satu agama tertentu.

“Sistem yang kita anut ini sudah benar, tidak ada yang bertentangan dengan agama sehingga jangan dipaksakan harus ikut agama tertentu. Sehingga pikiran radikalisme mau mengganti sistem pemerintahan itu kalau dari sudut agama tidak ada dasarnya, kadang orang yang memperjuangkan itu juga dalilnya tidak tahu,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel dengan tema Pengamalan Ideologi Pancasila Dalam Menghadapi Ancaman Radikalisme di Jakarta, Senin (17/2/2020).

Menurut Menko Polhukam, manusia hidup itu harus bernegara artinya harus punya khilafah dan harus punya sistem pemerintahan sendiri. Di Indonesia, sistem pemerintahannya yaitu pemerintahan Pancasila, sistem pemerintahan Indonesia.

“Negara bentuk sistem pemerintahannya yaitu tafsir masing-masing bangsa berdasarkan waktu, tempat dan budayanya. Waktunya beda sistemnya boleh beda, tempatnya beda maka sistemnya boleh beda,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD.

Dalam kesempatan itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini kembali menjelaskan mengenai arti radikalisme. Dijelaskan bahwa radikalisme memiliki arti positif dan negatif, namun arti stipulatif berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, radikalisme adalah sikap negatif yang ingin merombak sistem NKRI dengan sistem lain.

“Kita tahu juga bahwa istilah radikal tidak selalu berarti jelek karena ada juga artinya yang baik. Tetapi secara hukum kita memakai kata radikal dalam arti stipulatif dengan mencantumkannya di dalam UU Nomor 5 Tahun 2018, kita menyebut radikal dalam konteks hukum yakni pandangan dan sikap serta langkah yang ingin mengubah sistem yang sudah disepakati dengan cara yang tidak gradual melainkan radikal,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD.

Menko mengatakan, ada tiga tingkat radikalisme yaitu takfiri di mana menganggap orang lain yang berbeda keyakinan adalah kafir, jihadis yaitu menyikapi orang lain yang berbeda dengan tindakan kekerasan dan membunuhnya dengan anggapan bahwa yang dilakukannya adalah jihad, dan ideologis.

“Tingkatan yang lebih lunak tetapi berbahaya adalah radikalisme dalam bentuk ideologis, wacana. Misalnya mewacanakan ideologi baru bahwa pancasila ini salah harus diganti. Itu bagian dari wacana ideologis,” kata Menko Polhukam Moh. Mahfud MD.

Hadir dalam acara tersebut mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Ketua BPIP Yudian Wahyudi, serta seluruh pejabat tinggi madya di bawah koordinator Kemenko Polhukam.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel