Menko Polhukam: Ini Bukan Pemerintah Lawan Islam tapi Menjaga NKRI

Dibaca: 26 Oleh Wednesday, 9 May 2018Berita
Menko Polhukam: Ini Bukan Pemerintah Lawan Islam tapi Menjaga NKRI

Polhukam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi bukanlah ajang pertarungan antara pemerintah melawan Islam. Namun, hal itu merupakan ajang untuk mencari kebenaran hukum dalam menjaga keutuhan NKRI.

“Keputusan Pengadilan TUN bukan tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap segolongan masyarakat, tetapi merupakan hasil tinjauan dan pertimbangan hukum yang harus dihormati oleh seluruh masyarakat,” ujar Menko Polhukam Wiranto menanggapi putusan gugatan eks Hizbut Tahrir Indonesia yang ditolak oleh Majelis Hakim PTUN.

Tanggapan tersebut dibacakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam, Jhoni Ginting dalam Forum Medan Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Jika sampai gugatan itu diterima, menurut Menko Polhukam, ormas-ormas pasti akan mendapat ruang gerak dalam mewujudkan perjuangannya guna mewujudkan impian mereka masing-masing. Akibatnya negeri ini pasti akan terkoyak-koyak dari dalam, Indonesia akan luluh lantak karena membiarkan munculnya persemaian bibit-bibit perpecahan dalam kehidupan bangsanya.WhatsApp_Image_2018-05-09_at_13.49.00

“Kalau sampai gugatan itu diterima, kita tidak tahu lagi instrumen apa dan bagaimana caranya menjaga keutuhan negeri ini? Yang pasti akan banyak lagi bermunculan ormas-ormas yang nyata-nyata tidak setuju dengan nasionalisme, demokrasi, Pancasila dan NKRI,” kata Jhoni Ginting.

Ia mengatakan, pasca putusan ini pemerintah mulai merencanakan tindakan selanjutnya yang harus dilakukan. Namun, hal tersebut belum akan diumumkan ke publik karena masih dalam tahap konsolidasi.

“Pemerintah pasca keputusan di PTUN sudah merencanakan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan. Namun kami belum bisa menyampaikannya ke publik,” kata Jhoni Ginting.

Menurut Jhoni, intinya adalah anggota HTI dibagi dalam tiga kategori yakni pengurus, anggota dan simpatisan.

“Lalu bagi anggota-anggotanya bagaimana? Kita sudah terbitkan SKB 3 menteri yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan Jaksa Agung. SKB ini untuk menghimbau kembali bahwa negara kita ini perlu dipertahankan,” kata Jhoni.

Sementara itu, Pengurus Pusat GP Anshor Nuruzzaman menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya atas upaya pemerintah yang akhirnya bisa membuat organisasi HTI bubar. Namun, lanjutnya, hal lain yang harus dipikirkan yaitu pasca putusan, dimana ada para anggotanya yang harus segera diberi pemahaman.

“Bagi simpatisan mungkin setelah organisasinya bubar bisa diberi pemahaman. Tapi bagi kader inti ini yang susah, jangan sampai mereka menjadi lone wolf,” kata Nuruzzaman.

Selain itu, kata Nuruzzaman, generasi milenial juga harus menjadi perhatian pemerintah untuk bagaimana melakukan kontra narasi di media sosial. Menurutnya, harus segera dilakukan upaya-upaya kontra narasi yang mengkampanyekan bahwa Indonesia sudah Islam.

WhatsApp_Image_2018-05-08_at_14.07.49“Jadi ngapain mau diubah menjadi negara Islam. Menteri Agama saja masih memperbolehkan kita mendirikan masjid, jadi bagi kami negara yang melakukan itu tidak boleh diperangi,” kata Nuruzzaman.

Terkait upaya banding yang akan dilakukan pihak HTI, Tim Forum Advokat Pembela Pancasila, I Wayan Sudirta mengatakan, pihaknya memiliki informasi bahwa HTI sebenarnya berdiri sejak tahun 1983. Tujuan HTI yaitu mengambil alih kekuasaan dengan cara mendirikan organisasi islam, kemudian mensosialisasikannya dan pada akhirnya merebut kekuasaan.

Dikatakan, berdasarkan survei yang ia terima pada tahun 2017 jumlah pendukung HTI mencapai 11 juta. Kemudian di tahun 2018 jumlah mereka meningkat 9 persen di atas 11 juta, sedangkan mahasiswa yang terpapar doktrin HTI mencapai 34 persen.

“Ini yang akan kami sampaikan sebagai bukti-bukti. Oleh karena itu, kami sangat yakin dengan 134 bukti, ada 20 buku, sekian saksi, dan kami yakin dari aspek hukum sangat kuat,” kata Wayan Sudirta.

Humas Kemenko Polhukam

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel