Menko Polhukam: Demokrasi Harus Diimbangi oleh Nomokrasi

Dibaca: 672 Oleh Friday, 4 September 2020February 7th, 2022Menko Polhukam, Berita
Kemenko Polhukam RI

SIARAN PERS No. 176/SP/HM.01.02/POLHUKAM/9/2020

Menko Polhukam Moh. Mahfud MD menyampaikan bahwa, jika iklim demokrasi tidak ingin kacau, maka harus diimbangi oleh nomokrasi. Demokrasi adalah kedaulatan rakyat, dan nomokrasi adalah kedaulatan hukum. Keduanya harus berjalan seiring, demokrasi tanpa kedaulatan hukum akibatnya bisa terjadi chaos, dan kesewenang-wenanganan. Sebaliknya, hukum tanpa demokrasi, bisa sepihak oleh penguasa, elitis dan konservatif.

Menko Polhukam menjelaskan, “Era pandemi ini ruang publik kita tetap ramai dengan kontroversi, akibat positif dari demokrasi. Konsekuensi dari perkembangan demokrasi adalah, pertentangan di tengah masyarakat selalu terjadi. Dan merupakan tugas pemerintah untuk tetap menjaga suasana demokrasi.”

Demikian disampaikan Menko Polhukam dalam Keynote Speech dalam acara Webinar Diskusi Demokrasi: Ironi Ruang Publik di Masa Pandemik Covid-19 yang diselenggarakan oleh Public Virtue Institute, Yayasan Kurawal dan Erasmus Huis Kedutaan Belanda, pada Jumat (4/9).

Acara tersebut juga sekaligus merupakan peluncuran dwilogi intelektual-aktivis AE Priyono almarhum, yang disebut oleh Menko Polhukam sebagai rekannya sejak mahasiswa yang selalu mengajak berkompetisi dalam kebaikan. AE Priyono menurutnya, tetap teguh sebagai pejuang demokrasi hingga akhir hayatnya. Ia selalu menaruh perhatian pada pembahasan demokrasi, HAM, dan demokrasi dalam islam.

Menko Polhukam dalam acara itu mengingatkan, bahwa tugas bersama dalam kehidupan bernegara, adalah untuk mengelola demokrasi tetap tumbuh. Karena demokrasi dan bentuk negara kesatuan, merupakan komitmen keyakinan pendiri negara bahwa asas dan sistem bernegara yang baik adalah demokrasi. Semua itu sudah dirumuskan melalui perdebatan panjang dan voting para pendiri negara.

“Tugas kita menjaga kedaulatan demokrasi. Karena itu, kedaulatan hukum harus dijadikan komitmen oleh kita, karena hukum meski berdaulat, sering kita berpura-pura dan seolah-olah,” ujar Mahfud.

Lebih lanjut, menurutnya hukum kerap dijadikan industri, diolah sedemikian rupa, seakan semua seolah-olah sudah seperti sesuai dengan hukum. “Yang diributkan seperti kasus-kasus sekarang ini, orang sudah curiga hukum direkayasa, dicarikan pasal yang salah jadi bebas, yang salah sedikit jadi pelaku utama, dicarikan pasal dan bukti dihilangkan, kemudian ada yang dicari dan ditambah buktinya.” jelas Menko Polhukam.

Ia kemudian menekankan tentang komitmen menjaga negara demokrasi, dan bukan sistem lain. Karena negara demokrasi sudah diuji oleh pemikiran mendalam dan diuji dengan sejarah bangsa Indonesia dan bangsa lain di dunia.

Pembicara lain dalam acara diskusi ini adalah: Ardi Stoios-Braken (Kedutaan Belanda), Gerry Van Klinken (Guru Besar Sejarah Universitas Queensland, Australia), Thamrin Amal Tomagola (Sosiolog dan ketua penasehat Public Virtue Institute), dan Anita Wahid (Mafindo – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia).

*

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel