Menko Polhukam Berharap Aturan Perlindungan Saksi dan Korban Teroris Masuk Dalam UU Tindak Pidana Terorisme

Dibaca: 164 Oleh Friday, 31 March 2017Berita
Menko Polhukam Berharap Aturan Perlindungan Saksi dan Korban Teroris Masuk Dalam UU Tindak Pidana Terorisme

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto berharap agar aturan mengenai perlindungan saksi serta pemberian kompensasi terhadap korban terorisme dimasukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Sehingga aturannya mengikat bagi pemerintah dan masyarakat untuk bisa merawat korban dari aksi terorisme.

“Kita perkuat aturan kita untuk bagaimana korban terorisme bisa mendapatkan atensi khusus dalam mendapatkan perawatan karena kita yang punya tanggungjawab kepedulian terhadap korban,” kata Menko Polhukam Wiranto saat menjadi pembicara kunci dalam Workshop on National Frameworks for Compensation of Victims of Crime of Terorism di Jakarta, Kamis (30/3).

Diakui butuh kerja keras untuk mewujudkan hal tersebut. Apalagi peraturan mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme masih menjadi perdebatan di parlemen. Padahal, aturan tersebut harus diperkuat tanpa menunggu teror kembali menyerang.

“Saya sering berkelakar bagaimana pemerintah dan parlemen masih saja sibuk memperdebatkan aturan tentang terorime, padahal di sisi lain teroris ini sudah menyusun aksi yang canggih. Kita ini ditertawakan oleh mereka karena mereka sudah melakukan perencanaan yang sifatnya menyerang tapi kita masih sibuk dengan undang-undangnya,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam juga menyampaikan pendapat negara-negara lain mengenai konsep Indonesia memerangi terorisme. Dijelaskan, ada dua pendekatan yang dilakukan yaitu melalui soft approach dan hard approach. Langkah hard approach yaitu mencari dan menemukan pelaku teror, kemudian dimusnahkan.

“Cara kedua yaitu soft approach yaitu dilakukan dengan langkah simultan, melakukan pendekatan psikologis dan ideologinya dikembalikan sehingga mereka bisa kembali ke kehidupan masyarakat biasa, dan cara ini diakui negara lain yang mereka tidak punya,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Abdul Haris Semendawai mengatakan, tugas dan fungsi LPSK ada di Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana tugasnya yaitu memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana, termasuk korban teroris, seperti memberi bantuan medis, hak kompensisasi, serta bantuan psikologis. Namun dalam prakteknya, banyak hak korban teroris yang belum diberikan.

“Dalam pelaksanaannya hak kompensasi masih mengalami kesulitan sehingga perlu diatur lebih rinci dan detil dalam rancangan revisi Undang-Undang Terorisme,” kata Semendawai.

Dia berharap rekomendasi yang dibuat dalam workshop ini bisa menjadi masukan pemerintah dan DPR untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana terorisme. “Untuk itu kami membuat Nota Kesepahaman dengan sejumlah pihak seperti RSUP Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Polri TK I Said Sukanto Jakarta untuk memberikan bantuan medis, psikologi dan psikososial bagi korban terorisme,” kata Semendawai.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel