K.H. Maimoen Zubair: Para Pemimpin Indonesia agar “Membangun dari Bawah dan Membersihkan dari Atas”

Dibaca: 309 Oleh Tuesday, 16 February 2016February 18th, 2016Berita

Rembang, polkam.go.id, 2/2/2016. Di sela-sela kesibukannya, Menko Polhukam Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan menyempatkan diri untuk berkunjung ke Ulama karismatik yang sekaligus sesepuh Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Anwar, Sarang, Rembang pada hari Selasa tanggal 2 Februari 2016. Silaturahmi yang dilakukan oleh Menko Polhukam kali ini adalah bagian dari program kontra-radikalisasi dan waspada narkoba yang ditujukan kepada generasi muda.

Menko Polhukam tiba di lokasi Ponpes Al Anwar Selasa siang (2/2) disambut dengan meriah oleh ribuan santri dan masyarakat sekitar. Paskibra para santri dengan barisan yang rapi menyambut Menko Polhukam setibanya di lapangan lokasi pendaratan helikopter menuju Ponpes Al Anwar. Tak mau kalah, tim drumband multi-instrumen yang seluruhnya adalah para santri turut menambah kemeriahan kunjungan Menko Polhukam dengan lagu-lagu nasionalnya. Begitu pula ribuan santri lainnya dengan penuh semangat berbaris rapi mengibar-ngibarkan bendera merah putih kecil sebagai bentuk perwujudan rasa nasionalisme generasi muda. Para santri di Ponpes Al Anwar berasal dari seluruh penjuru Indonesia dengan jumlah total hampir 5000 santri.

Kesahajaan dan kedalaman ilmu K.H. Maimoen Zubair yang biasa dipanggil Mbah Moen, langsung terpancar begitu rombongan Menko Polhukam memasuki kediaman beliau. Usia Mbah Moen yang sudah menginjak 88 tahun tidak tampak ketika beliau menyambut Menko Polhukam dan rombongan dengan penuh semangat. Ketajaman dan kecerdasan Mbah Moen bahkan tak tampak lekang oleh usia ketika beliau memberikan tausiyah kepada ribuan santrinya.

Dalam tausiyahnya, Mbah Moen menegaskan bahwa konsep Islam Nusantara itu sebenarnya kembali kepada Pancasila. Dengan menggunakan analogi 5 sudut yang terdapat pada lambang bintang di Sila Pertama Pancasila, Mbah Moen menjelaskan 5 konsep utama dalam beragama. Pertama adalah agar manusia saling menghormati. Sikap saling menghormati ini harus didahulukan tanpa memandang latar belakang seseorang seperti apa agamanya atau siapa dia. Nilai-nilai kemanusiaan harus selalu berada di garda terdepan. Kedua adalah agar manusia saling menjaga jiwa. Jangan sampai saling membunuh dan menyakiti sesama karena itu menghancurkan jiwa kemanusiaan kita. Ketiga, pentingnya menjaga akal. Mbah Moen mengingatkan betapa tingginya perhatian Rasulullah Muhammad SAW terhadap pendidikan. Keempat, agar umat manusia menjaga keberlangsungan populasi di dunia sehingaa fungsi manusia di bumi tetap terjaga. Terakhir, Mbah Moen mengingatkan pentingnya menjaga hak milik. Manusia yang beragama wajib menjaga dirinya agar tidak merugikan orang lain dan mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Terkait ancaman radikalisasi, Mbah Moen berpesan kepada para santri bahwa paham Islam radikal bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Islam yang dibawa Nabi bukanlah Islam yang penuh kebencian ataupun yang menimbulkan perpecahan. Untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan mayoritas muslim, Mbah Moen tegas mengatakan bahwa Islam Nusantara adalah konsepsi yang tepat untuk digunakan.

Menutup tausiahnya, Mbah Moen berpesan kepada pemerintah dan masyarakat terkait pembangunan Indonesia. Pertama, agar nilai-nilai satu nusa dan satu bangsa terus dipertahankan dan dijaga keberlangsungannya. Perbedaan itu wajar, akan tetapi bangsa Indonesia jangan membicarakan hal-hal yang dapat berujung pada perpecahan, tapi agar mencari jalan untuk semakin merekatkan persatuan. Kedua, agar para pemimpin bangsa memiliki filosofi ‘membangun dari bawah, membersihkan dari atas’. Mbah Moen secara spesifik memuji program dana desa dimana pembangunan berasal dari bawah. Para pemangku jabatan juga diingatkan agar memberikan teladan dan memulai perbaikan dari atas. Terakhir, Mbah Moen mengingatkan setiap elemen bangsa agar Indonesia dapat menjadi negeri dimana prinsip ‘makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran’ seyogyanya menjadi panduan utama dalam berbangsa dan bernegara.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel