Demo Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat Untuk Jatuhkan Presiden

Dibaca: 5503 Oleh Thursday, 18 February 2016Opini Publik
Demo Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat Untuk Jatuhkan Presiden

Author :: R. Tullah
Date :: Sel 03/20/2012 @ 09:44
Rerencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat ini terus menuai aksi unjuk rasa masyarakat, baik di Jakarta maupun di berbagai daerah lain. Hal ini wajar, mengingat kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan efek ganda (efek domino) pada kehidupan riil masyarakat, sebab BBM merupakan alat pertahanan ekonomi yang paling vital bagi seluruh lapisan masyarakat bangsa. Dampak buruk yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah naiknya harga kebutuhan hidup, seperti sembako. Pemerintah tentunya juga tidak menginginkan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi jika tidak ada kenaikan harga minyak bumi di dunia. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya merupakan satu-satunya obsi terbaik dari beberapa obsi untuk mengamankan kondisi keuangan negara dan menyelamatkan perekonomian Indonesia. Hal inilah yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh sebagian masyarakat, terutama para mahasiswa yang tetap bersikeras menentang kebijakan kenaikan harga BBM melalui berbagai aksi demontrasinya. Bahkan aksi demontrasi menolak kenaikan harga BBM tersebut kini berkembang menjadi wacana untuk menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono.

Wacana menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono melalui issu kenaikan harga BBM tentunya tidak dapat dibenarkan, sebab presiden hanya bisa diturunkan sebelum masa jabatannya berakhir bila melanggar konstitusi. Menurut Pasal 7A UUD 1945, DPR dapat mengusulkan kepada MPR untuk memberhentikan presiden/dan atau wapres hanya bila presiden/dan atau wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum: (i) pengkhianatan terhadap negara, (ii) korupsi, (iii) penyuapan, (iv) tindak pidana berat lainnya, atau (v) perbuatan tercela maupun (vi) bila terbukti tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wapres. Bila syarat-syarat ini tidak dipenuhi, usul memberhentikan presiden tidak bisa dilakukan. Kalaupun syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 7A itu dipenuhi, DPR tidak bisa langsung meminta MPR menggelar sidang istimewa karena sesuai ketentuan Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden hanya dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih duhulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wapres telah melanggar hukum seperti disebut rinci dalam Pasal 7A UUD 1945.

Posisi lembaga presiden seperti ini berbeda dengan situasi saat berlaku UUD 1945 sebelum diamandemen, di mana DPR setiap saat bisa mengusulkan kepada MPR untuk memberhentikan presiden. Usul memberhentikan presiden dipermudah karena semua anggota DPR adalah juga anggota MPR, bahkan mayoritas anggota MPR berasal dari anggota DPR. Selain itu, kriteria untuk menjatuhkan presiden tidak jelas, sehingga alasan berbeda pendapat saja bisa dijadikan dasar oleh DPR untuk meminta mengelar sidang istimewa kepada MPR. Mengingat institusi presiden di bawah UUD 1945 yang baru menjadi powerful,maka Presiden SBY dan Wapres Boediono sangat kecil kemungkinan mengalami nasib tragis seperti yang menimpa Presiden Abdurrahman Wahid dan kabinetnya di masa lalu. Jadi sebesar apa pun aksi demontrasi bila tujuannya melengserkan/menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono adalah tindakan inkonstitusional dan kontraproduktif. Dalam hal ini, bisa saja masyarakat tidak menerima kebijakan pemerintah menaikan harga BBM yang dianggap membebani rakyat, namun hal itu tidak serta-merta dapat menjatuhkan presiden. Oleh karena itu, para pengunjuk rasa sudah sepantasnya bersikap santun dan mematuhi aturan yang berlaku dalam menyuarakan keprihatinannya terhadap rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM bersubsidi pada 1 April mendatang, sehingga tercipta situasi yang kondusif bagi masyarakat.

Terkait

Kirim Tanggapan

Skip to content Made with passion by Vicky Ezra Imanuel